Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Betapa Sulitnya Memahami Orang Lain


Pernahkah kamu melempar sebuah candaan namun ternyata dibalas oleh tanggapan sinis, atau ketika emosimu sedang kacau-kacaunya dan tiba-tiba temanmu mengajak bercanda yang akhirnya kamu mengeluarkan kata-kata yang melukai hatinya? Dan kamu pun bertanya-tanya, "Kenapa tidak ada yang dapat memahamiku? :("

Atau kalian melihat seseorang yang sedang dalam keadaan emosional, dan karena keadaannya tersebut ia melalukan sesuatu yang menurut kalian terlalu berlebihan atau lebay. Dan membuat kalian mengernyitkan dahi dan berpikir, "ih, kok dia kayak gitu, sih? Gw gak mungkin deh ngelakuin itu, kalo gw jadi dia, gw bakal blablabla"
Kira-kira hal tersebut lah yang akan dibahas di sini.

Apa itu empathy gap?

Empathy gap atau kesenjangan empati adalah bias kognitif di mana seseorang meremehkan pengaruh dorongan biologis (seperti rasa marah, sedih, depresi, sakit, lapar, atau rasa antusias, bahagia, dll.) pada sikap, preferensi, dan perilaku mereka sendiri atau orang lain yang sedang dalam kondisi mental yang berbeda. Saat hal tersebut terjadi, kita bisa tersesat saat mencoba merepresentasikan tindakan orang lain. Istilah yang populer bagi kondisi tersebut adalah "hot-cold empathy gap".

Pikiran manusia itu 'state-dependent' alias tergantung pada kondisi biologis, emosi, dan banyak faktor lainnya. Sebagai contoh, saat seseorang sedang marah, sangat sulit untuk membanyangkan bagaimana rasanya saat ia sedang tenang, dan sebaliknya. Atau saat kamu sedang tidak dalam keadaan jatuh cinta akan sulit bagimu untuk memahami bagaimana rasanya berada dalam perasaan jatuh cinta.

Keadaan mental tadi dapat kita bagi menjadi dua, yaitu "cold state" dan "hot state". Saat dalam kondisi "cold state", yaitu ketika pikiran kita rasional, suasana hati sedang baik, dan tenang, kita cenderung menjadi kurang peka terhadap orang lain maupun sekitar.

Sedangkan saat dalam kondisi "hot state", yaitu ketika pikiran kita irasionall, keadaan emosi naik turun (seperti saat sedang lapar, galau, depresi), dan pikiran sedang kacau, kita cenderung menjadi terlalu peka terhadap keadaan atau orang sekitar, mudah tersinggung dan kadangkala melakukan hal-hal yang tidak masuk akal.

Jenis empathy gap

Berdasarkan arahnya:


a. Cold-to-hot empathy gaps, terjadi saat seseorang berada dalam kondisi "cold state" alias netral dan rasional, memiliki masalah dalam memahami orang lain yang berada dalam kondisi "hot state". Biasanya mereka meremehkan pengaruh emosi dan dorongan biologis lainnya dalam menentukan tindakan seseorang yang sedang berada dalam kondisi "hot state".

Contoh: Seseorang yang sedang dalam keadaan tenang dan kalem akan mengalami kesenjangan empati saat mereka mencoba memprediksi bagaimana mereka akan bertindak ketika dalam situasi marah.

b. Hot-to-cold empathy gaps, adalah kebalikan dari "cold-to-hot", yaitu ketika seseorang berada dalam kondisi "hot state" alias emosional dan irasional, memiliki masalah dalam memahami orang lain yang berada dalam kondisi "cold state".

Contoh: seseorang yang sangat antusias terhadap topik tertentu berkemungkinan besar mengalami kesenjangan empati saat mereka berusaha memahami kenapa orang lain tidak seantusias dia saat ia menjelaskan topik tersebut.

Kesenjangan empati juga dapat dikategorikan ke dalam kriteria lain.

a. Intrapersonal/interpersonal bias. Intrapersonal empathy gap terjadi saat seseorang mengalami kesenjangan empati ketika berusaha memahami pikiran, emosi, dan perilakunya sendiri. Sebaliknya, interpersonal empathy gap terjadi saat seseorang mengalami kesenjangan empati ketika berusaha memahami pikiran, emosi, dan perilaku orang lain.

b. Retrospective/prospective bias. Retrospective empathy gap terjadi saat seseorang mengalami kesenjangan empati saat berusaha memahami motif yang melatarbelakangi apa yang mereka telah lakukan di masa lalu. Kebalikannya, prospective empathy gap terkadi saat seseorang mengalami kesenjangan empati ketika berusah menerka-nerka apa yang akan mereka pikiran saat melakukan sesuatu di masa depan.

Cara mengurangi kesenjangan

1. Membayangkan kondisi mental dan perspektif dari sisi yang berbeda
Misalnya kamu sedang dalam keadaan tenang dan rasional, coba kamu bayangkan apa tindakan yang akan kamu lakukan saat berada dalam kondisi emosional dan irasional.

Seperti saat kamu menyusun "goal" atau resolusi tahun baru. Kamu menulis mulai dari harus bangun pagi, olahraga rutin, sampai belajar hal baru, yang semua itu kamu lakukan saat dalam keadaan "cold state".

Saat menyusun semua hal tersebut, coba bayangkan juga apa yang akan kamu hadapi saat memulai melakukan semua resolusi tersebut. Rasa ngantuk, capek, bosan, dan pusing pun harus kamu perhitungkan.

2. Minta pendapat orang lain
Dalam beberapa kasus, terkadang akan sangat baik untuk meminta pandangan orang lain saat hendak melakukan sesuatu, terutama jika hal tersebut adalah hal yang besar.

Misalnya saja saat kamu sedang jatuh cinta. Otakmu akan dibombardir dengan ketidakrasionalan. Apapun akan terlihat sangat indah saat bersamanya. Saat itulah kamu membutuhkan orang lain.

Kamu bisa menanyakan pendapat teman, sahabat, atau orang tuamu mengenai orang yang kamu cintai. Biasanya orang lain akan dapat melihat sisi yang tidak dilihat olehmu. Karena seperti pepatah tua mengatakan, cinta itu buta.

3. Membayangkan bagaimana orang lain bertindak
Kamu pasti pernah melempar lelucon kepada temanmu, namun ternyata respon yang diberikan tidak sesuai dengan ekspektasimu. Mungkin temanmu membalasnya dengan sinis, mara-marah atau mencampakkanmu. Akhirnya kamu pun kebingungan karena itu, atau malah kamu terbawa emosi juga yang akhirnya membuatmu marah-marah juga.

Saat hal tersebut terjadi, coba simulasikan dalam benakmu kondisi yang mungkin sedang dialami oleh temanmu. Mungkin saja ia sedang merasa lapar, suasana hatinya sedang tidak baik, atau ia baru saja mengalami hal berat dalam hidupnya.

Hanya karena leluconmu tidak dianggap orang lain sebagai lelucon, bukan berarti orang tersebut tidak menyukaimu. Itu hanya berarti leluconmu sedang tidak lucu, atau dikeluarkan di waktu dan kondisi yang tidak tepat. Hanya itu.

4. Sering-sering berintrospeksi terhadap hal yang telah dilakukan di masa lalu
Kita semua pasti memiliki hal yang telah terjadi di masa lalu dan merasa sesal karenanya.

Misalnya saja saat berusaha belajar kemampuan baru seperti belajar bahasa, bermain musik menggambar atau lainnya. Tak terhitung waktu yang telah kita sia-siakan untuk menunda semua hal tersebut. Hal ini dikarenakan saat berniat mempelajari semua hal tersebut, kita lupa memasukkan faktor emosi kita yang sering berubah ke dalamnya.

Dengan sering-sering berintrospeksi, kita akan jadi lebih sadar dan peka akan keadan sekitar dan diri kita sendiri.

5. Latihan
Melatih emosi, seperti berlatih untuk bersabar atau mengantre tidak sama seperti belajar sejarah atau pengetahuan kognitif lainnya. Ia tidak bisa kita kuasai hanya dengan modal "tahu". Kita mungkin tahu bahwa marah-marah saat orang lain berlaku sembrono terhadap kita adalah tidak berguna. Tapi, saat kita bertemu dengan kondisi tersebut, kita tetap marah-marah tidak peduli kita tahu atau tidak mengenai pengetahuan tentang marah tadi.

Dua manusia yang takdirnya saling terhubung bagaikan dua anak badai yang bertemu. Masing-masing membawa kekacauan dan puing-puing yang telah dilalui dan dibawanya dari tempat yang jauh.

"Hell is other people", seperti yang dikatakan Sartre. Keragaman manusia sangatlah tinggi. Untuk satu tindakan saja, manusia memiliki ratusan mungkin ribuan jaring-jaring motif dan latar belakang yang mengantarkan seseorang kepada tindakan tersebut.

Mungkin beberapa kali kamu akan merasa frustrasi karena hal tersebut. Dan itu tidak apa-apa. Yang tidak boleh adalah kamu benar-benar memutuskan hubungan sosial dengan orang lain. Karena, diakui atau tidak, kita tetap membutuhkan orang lain.

Kurang lebihnya mohon maaf.
Sekian, terima kasih.

Referensi
• Loewenstein, George. 2005. "Hot-Cold Empathy Gaps and Medical Decision Making" (PDF). Health Psychology. 24 (4, Suppl): S49–S56. doi:10.1037/0278-6133.24.4.S49. PMID 16045419.
• Devi, Gita Savitri. 2020. Sulitnya mengerti perilaku seseorang | Beropini eps. 51 [https(:)//youtu(.)be/E0I3TP2TknQ]. Diakses pada 7 September 2020.
• The Empathy Gap: Why People Fail to Understand Different Perspectives. [https(.)//effectiviology(.)com/empathy-gap/]. Diakses pada 6 September 2020
• Miker, Scott. The Hot-Cold Empathy Gap - Getting Around it to Reach Your Goals [https(:)//www(.)scottmiker(.)com/the-hotcold-empathy-gap-getting-around-it-to-reach-your-goals]. Diakses pada 6 September 2020

Yuk gabung group kami di aplikasi telegram
https://t.me/joblokernet