Bakteri, Perang Yang Tiada Akhir
Ribuan tahun manusia hidup, kita selalu berperang melawan bakteri, dalam kasus ini... bakteri jahat. Bertahun-tahun lalu, kita masih kesulitan dengan gejala batuk, flu, diare, atau bahkan sedikit luka gores di permukaan tubuh karena menjadi celah bakteri jahat masuk. Bakteri jahat juga bisa menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit akibat gejala yang sekarang kita anggap sebagai sakit ringan.
Untungnya, sekitar 1 abad lalu manusia menemukan obat sebagai senjata melawan bakteri jahat yang akrab disebut "antibiotik".
Berkatnya, sekarang kita gak perlu khawatir bakal tewas karena terserang flu & batuk. Antibiotik sukses memenangkan manusia dalam perang melawan bakteri, sebagian kecil bakteri jahat bahkan hanya kuat pada orang yang lanjut usia saja.
Namun, kemenangan kita atas bakteri jahat ini tidak berlangsung selamanya. Bakteri jahat bisa dan sudah banyak yang berevolusi agar kebal dengan antibiotik. Mereka yang kebal disebut "Superbug", jenis bakteri baru yang bisa kebal hampir semua antibiotik.
Tahun 2017, sudah ada 23000 kasus kematian akibat Superbug di Amerika Serikat. Diprediksi pada 2050, manusia akan kewalahan lagi dengan bakteri layaknya dulu peradaban manusia rentan tewas karena flu & batuk biasa.
Fyi, antibiotik juga layaknya bom yang meledak tanpa memilih korban, sehingga bakteri jahat maupun yang bermanfaat untuk tubuh bisa mati akibat antibiotik yang kita gunakan.
Ada satu musuh alami bakteri jahat yang bisa mengalahkan mereka, namanya "Bakteriofag". Bakteriofag (sebut saja "Fag") merupakan virus yang sejak dulu sudah berperang dengan bakteri, dan bisa dipastikan mereka selalu menang.
Fag juga dijuluki sebagai makhluk hidup paling mematikan di dunia, diurutan kedua baru manusia, karena fag merupakan virus yang peran dan jumlahnya hampir ada di semua tempat. Kita sendiri bahkan tak mungkin hidup tanpa bertetangga dengan fag. Sel tubuh kita juga sering hanya bertemu dan saling mengabaikan dengan fag karena memang tidak ditakdirkan untuk berperang sengit.
Pernah ada percobaan menyuntikkan fag ke tubuh pasien yang megidap infeksi paru-paru. Selama seminggu ribuan fag disuntikkan secara berkala, efeknya? Pasien itu dinyatakan sembuh dan bakteri penyebab infeksinya hilang, bakteri yang dikalahkan juga diklaim secara alami kebal akan antibiotik. Akhirnya pada tahun 2016, penelitian untuk pemanfaatan dan pengembangan fag mulai lebih ditekankan.
Fyi, fag tidak seperti antibiotik, fag layaknya peluru kendali yang punya target alami tersendiri, sehingga mereka tau mana bakteri jahat yang harus dibunuh dan mana bakteri baik yang akan dibiarkan saja.
Lalu kalau sudah ada fag, kenapa kita masih harus pakai antibotik?
Masalahnya, fag juga menjadi virus yang berperan dalam penyebaran beragam penyakit bagi manusia secara kompleks. Banyak resiko kesehatan yang masih sulit ditebak jika kita menggunakan jasa fag dibanding antibiotik.
Mengikuti siklus alam, bakteri yang sering melawan fag akan berevolusi, menjadi Superbug yang kuat melawan fag.
Jika bakteri sudah kebal dengan mayoritas antibiotik dan serbuan fag, bagaimana kita mengatasi masalah bakteri jahat?
Untungnya, ada 1 sifat bakteri jahat yang berusaha dimanfaatkan ilmuan. Ternyata bakteri jahat tidak bisa kebal dengan antibiotik dan fag disaat yang sama.
Mungkin sekarang ilmuan dilema harus mengembangkan antibiotik atau fag, tapi bakteri jahat juga dilema karena harus memilih kebal terhadap apa.
Strateginya, ketika Superbug sudah tidak mempan dengan antibiotik, saat itulah mungkin kita akan lebih sering beraliansi dengan fag. Namun pasti ada saatnya Superbug menjadi kuat melawan fag, dan saat itu juga berarti kita kembali pada antibiotik.
Begitu seterusnya perang tanpa akhir hingga kiamat mendamaikan semuanya :)
Materi ringkas ini dibantu oleh channel Kurzgesagt, karena meringkas info bakteri & antibiotik menjadi 1 post itu cukup sulit, Lol. Hope you enjoy & keep healty!