John Nash, Ilmuan Halu Pemenang Nobel
Sakit jiwa bukanlah halangan untuk berkarya dan berprestasi. Tidak sedikit tokoh dunia yang menorehkan karya-karya fenomenal meski mereka pernah mengalami gangguan kejiwaan, salah satunya adalah John Forbes Nash, Jr.
John Nash merupakan ilmuwan peraih gelar doktoral dari Princeton University. Ia dijuluki sebagai orang yang memiliki bakat alami dalam bidang matematika. Ia memperoleh dua gelar doktoral pada usia 22 tahun. Sosok John Nash merupakan potret kecintaan seorang otodidak sejati terhadap ilmu pengetahuan.
Nash adalah seorang jenius dan juga misterius dengan tingkah laku yang tidak lazim untuk ukuran mahasiswa kebanyakan. Ketika semua rekan-rekannya sibuk mendengarkan kuliah-kuliah profesor dan menyelesaikan paper mereka, Nash memilih sibuk untuk mengamati berbagai fenomena. Ia duduk dan menonton seorang wanita yang dijambret maling, menyaksikan sekelompok mahasiswa bermain volly bahkan mengamati perilaku sekelompok burung yang mencari remah-remah. Nash berupaya untuk membuat model matematik yang dapat menjelaskan fenomena-fenomena tersebut. Nash berambisi untuk membuktikan bahwa matematika bukan sekadar angka melainkan bisa membantu segala bidang.
Kehidupan Nash muda memang aneh. Ia menjadi seorang yang bisa berhari-hari berada di perpustakaan dengan hanya sedikit makanan. Ia pun sering ditegur dosennya karena tidak bisa menghasilkan tulisan untuk tugas akhirnya. Tapi Nash tidak hanya ingin menulis seadanya. Ia teguh untuk menghasilkan karya keilmuan yang benar-benar original dan menyelesaikan disertasinya yang berkaitan dengan permainan non-kooperasi yang kemudian dikenal dengan nama teori kesetimbangan-nash (Nash Equilibrium) yang sangat berpengaruh dalam bidang ekonomi.
Setelah menyelesaikan pendidikan doktoralnya, Nash diterima bekerja di laboratorium pertahanan Wheeler Defense di MIT. Nash mendapatkan pekerjaan tersebut berkat tulisannya. Di MIT, Nash bertemu dengan seorang wanita yang tidak lain adalah muridnya sendiri, Alicia Lardé, yang kemudian menjadi istrinya & ia nikahi pada tahun 1957.
Kehidupan akademik yang cemerlang tidak berpadu dengan kisah hidup pribadinya, terlebih setelah dinyatakan mengidap penyakit Skizofrenia. Penyakit ini merupakan sejenis penyakit otak yang muncul karena ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Penderita skizofrenia bisa dikategorikan sebagai pengidap gangguan jiwa psikotik.
Nash mengidap Skizofrenia semenjak berkuliah di Princeton University, dan bertambah parah ketika bekerja di MIT. Ia menjadi orang yang sulit membedakan antara khayalan dan realitas. Penyakit itu membawanya pada kesengsaraan dan penderitaan yang berkepanjangan. Hingga ia dikeluarkan dari pekerjaannya.
Kehidupan Nash yang sebelumnya begitu masyur dengan ilmunya, menjadi berantakan.
Nash sering berhalusinasi bahwa ia bekerja untuk pemerintah Amerika Serikat sebagai agen pemecah kode rahasia, yang dikirim Uni Soviet melalui majalah dan surat kabar untuk mencegah terjadinya perang nuklir. Ia percaya bahwa Uni Soviet sedang merumuskan koordinat sasaran nuklir mereka. Halusinasinya ini seakan-akan membuat Nash kerap dibidik oleh pasukan musuh. Namun, itu hanya ada dalam benaknya saja. Bagi Nash hal itu adalah nyata.
Selama beberapa tahun berikutnya, ia dirawat di rumah sakit beberapa kali, dan menjalani pengobatan menggunakan obat antipsikotik. Setelah mengalami kemajuan ia diberi kesempatan untuk mengajar di Princeton University.
Ketabahan cinta seorang istri membuatnya bisa menjalani kehidupannya. Alicia Nash, tidak pernah sedikitpun bergeming untuk meninggalkan suaminya, meskipun sudah tidak dinafkahi secara lahir dan batin.
Alicia bekerja paruh waktu sambil mengurus anak dan suaminya. Ia tidak pernah lelah dan menjalani tugasnya dengan tulus. Setiap hari Alicia mengantar Nash ke Princenton University meskipun hanya untuk duduk berkutat dengan simbol-simbol matematik yang rumit di sudut sempit perpustakaan. Setiap hari aktivitas itu dilakukan. Dengan setia pula Alicia menemani dan mengobati suaminya meskipun suaminya tidak lagi merespon gairah kewanitaannya karena pengaruh obat.
Selama bertahun-tahun Nash menjelajahi kampus Princeton sembari mencoret-coret formula yang tidak dapat dimengerti di papan tulis yang sama di Fine Hall. Ujian bertambah ketika ia harus mengalami perceraian pada tahun 1963.
Kehidupan Nash serasa lengkap tidak hanya dipenuhi derita, namun perjalanan asmaranya juga berliku, bahkan dia mengakui sempat mempunyai perempuan simpanan bernama Eleanor yang berujung melahirkan anak laki-laki untuknya. Dalam satu kesempatan, Nash mengakuinya didepan publik. Selama hidup bersama penyakitnya Nash didampingi istri yang setia.
Melawan skizofrenia bukanlah hal yang mudah dimana terungkap bahwa Nash mempunyai banyak teman khayalan. Namun Nash mulai mengalami perubahan pada awal tahun 1990-an.
Ambisinya untuk membuktikan bahwa matematika bukan sekadar angka melainkan bisa membantu segala bidang pada akhirnya membawa John Nash menerima Nobel Memorial Prize in Economic Sciences tahun 1994.
Tidak hanya memenangkan hadiah Nobel, ia juga memenangkan kembali hati Alicia Lardé untuk menjadi tambatan hatinya. Hingga mereka kembali menikah pada tahun 2001.
Ketika menerima hadiah Nobel, Nash memberikan sambutan yang luar biasa.
Ia mengatakan:
"Aku selalu percaya pada angka,
Dalam persamaan dan logika yang membawaku pada akal sehat,
Tapi setelah seumur hidup mengejar,
Aku bertanya, apa sebenarnya logika itu?
Siapa yang memutuskan apa yang masuk akal?
Pencarianku membawaku pada dunia fisik, metafisik, delusional, dan kembali,
Telah kudapatkan penemuan paling penting dalam karir dan hidupku,
Hanya dalam persamaan misterius cinta, alasan logis bisa ditemukan,
Aku disini karenamu,
Kau alasan diriku ada."
Pengakuan tersebut adalah persembahan seorang John Nash terhadap kesetiaan dan kebesaran jiwa seorang istri. Kompleksitas cinta Alicia Lardé yang mengalahkan kejeniusannya. Hingga membuat mereka saling mencintai sampai akhir hayat.
John Nash dan istrinya meninggal setelah mengalami kecelakaan mobil pada tahun 2015.
Kisah hidup John Nash diabadikan dalam bentuk buku & film berjudul "A beautiful Mind".
Source : Detikinet, Wordpress, Kompasiana, TheGuardians, Brittanica, & pubmed.
Image Source : Scientific American