Alasan Vaksin HIV/AIDS Sulit Untuk Diciptakan
40 tahun yang lalu, para peneliti menemukan sebuah kasus misterius lima pria g*y yang jatuh sakit dengan pneumonia yang disebabkan oleh jamur Pneumocystis carinii. Dua dari lima pria yang menderita penyakit tersebut telah meninggal.
Menurut para peneliti jenis pneumonia itu biasanya hanya menyerang orang-orang dengan gangguan kekebalan yang parah. Namun, penyakit yang kemudian dikenal dengan AIDS tersebut menghancurkan sistem kekebalan pria.
Bagi yang belum tahu, pneumonia atau paru-paru basah adalah jangkitan yang dapat menyebabkan peradangan pada alevoil (kantong-kantong udara) yang ada di salah satu atau kedua paru-paru. Kantong-kantong udara dapat berisi nanah atau cairan yang menyebabkan batuk bernanah atau berdahak, demam, kesulitan bernapas dan menggigil.
Pandemi HIV pada tahun 1920-an menyebabkan kerugian yang sangat besar, Lebih dari 75 juta orang telah terinfeksi di seluruh dunia pada akhir 2019 dan sekitar 32,7 juta penderita telah meninggal.
Jumlah itu jauh akan bertambah jika bukan karena kemajuan-kemajuan yang dilakukan oleh para peneliti untuk mencegah penularan virus kepada orang lain serta kematian atas akibat HIV. Hingga saat ini, total hanya tiga orang yang dapat sembuh dari virus barbahaya ini.
Lalu, mengapa hingga saat ini para peneliti belum mendapatkan vaksin yang tepat untuk penderita penyakit menular AIDS/HIV?, berikut beberapa alasan vaksin AIDS/HIV sulit untuk diciptakan.
Kompleksitas HIV
Sama halnya dengan virus c*orona yang memiliki beberapa varian, virus HIV juga memiliki varian namun lebih banyak jumlahnya. Bahkan setiap orang pengidap penyakit ini setidaknya membawa satu mutasi unik.
Virus HIV membuat salinan baru dari "genetic blueprint" dengan kecepatan yang sangat cepat dan juga menghasilkan puluhan ribu salinan baru setiap hari dalam satu orang.
Tidak hanya itu saja, masalah utama yang ditumbulkan oleh varian-varian ini untuk vaksin ialah beberapa mutasi berada di bagian virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh.
Banyak virus yang menghilang dari tubuh setelah sistem melawannya. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi virus HIV yang memiliki kemampuan memasukkan "genetic blueprint" ke dalam DNA inang, membangun reservoir tersembunyi di sel kekebalan yang disebut sel T yang biasanya melawan infeksi.
Reservoir membuat virus menjadi tidak terlihat oleh sistem kekebalan. Ketika virus menempati persembunyiannya yang baru, sistem kekebalan tidak dapat membasminya, begitu juga dengan perawatan obat.
Menguji Kandidat Vaksin HIV
Dari enam uji klinis yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk menguji kemanjuran vaksin HIV, hanya satu kandidat vaksin yang terbukti efektif dalam mencegah infeksi pada manusia.
Vaksin tersebut dikenal dengan nama RV144, yang mana menggunakan metode "prime-boost" di mana peserta menerima total enam suntikan. Empat suntikan "utama" mengandung virus cacar air yang tidak mampu bereplikasi dalam sel dan membawa instruksi genetik untuk protein HIV tertentu.
Sedangkan untuk dua suntikan lainnya merupakan suntikan fragmen protein HIV yang penting bagi virus untuk memasuki sel. Harapan kedepannya memberikan pasien perlindungan yang luas terhadap berbagai subtipe HIV.
Meskipun suntikan hanya menunjukkan kemanjuran sederhana, metode tersebut ternyata mampu menurunkan risiko infeksi sebesar 31,2 persen pada peserta yang divaksinasi. Dengan hasil tersebut mampu mengubah dengan menyesuaikan jenis respons kekebalan yang dibutuhkan orang untuk mencegah infeksi.
Membuat Respon Imun yang Tepat
Saat ini terdapat secercah harapan pengembangan vaksin sedang berjalan berada pada jalur yang benar untuk membuat suntikan efektif yang memberikan kekebalan pada tubuh.
Salah satu cara yang digunakan saat ini adalah dengan antibodi yang mampu menyerang berbagai macam varian HIV dan menghentikan virus tersebut dari menginfeksi sel. Namun, Antibodi ini membutuhkan waktu lama untuk berkembang.
Untuk melakukan hal tersebut, perlu identifikasi antibodi penawar lebih lanjut pada orang yang sedang terinfeksi HIV. Kemudian, menganalisis langkah-langkah berikutnya untuk membuat protein kekebalan.
Vaksin untuk virus HIV masih "abu-abu", para peneliti terus melakukan serangkaian uji coba dan mengembangkannya agar dapat dirasakan manfaatnya oleh semua kalangan, serta dapat menimbulkan efek yang sama dari setiap mutasi vaksin tersebut.
Sehingga, kita perlu selalu waspada akan bahaya yang mengancam akibat virus HIV/AIDS, karena hingga saat masih belum ada vaksin yang benar-benar "ampuh" untuk menyembuhkannya.
Referensi:
[1] de Jesus, Erin Garcia. 2021. "After 40 years of AIDS, here’s why we still don’t have an HIV vaccine". Diakses dari sciencenews,org/article/aids-hiv-vaccine-anniversary-immunity-antibodies. Diakses pada 11 Juni 2021.
[2] Indriani, Ririn & Firsta Nadia. 2015. "Ini Alasan HIV/AIDS Belum Ada Obatnya Hingga Kini". Diakses dari suara,com/health/2015/01/09/143500/ini-alasan-hivaids-belum-ada-obatnya-hingga-kini. Diakses pada 11 Juni 2021.