Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ambivalen, Ketika Memiliki 2 Perasaan yang Bertentangan Sekaligus kepada Orang yang Sama


Ambivalen, atau ambivalensi adalah perasaan yang bertentangan sekaligus pada orang yang sama. Satu sisi merasa sayang di sisi lain ada perasaan benci. Kadang disebut perasaan ambigu. Mungkin kalian merasa ambivalen ini tidak biasa terjadi pada kehidupan seseorang. Namun, nyatanya hampir semua orang pernah merasakan perasaan ini. 

Sebanyak 90% anak di seluruh dunia mengidap ambivalensi. Dimana seorang anak merasa benci dan marah ketika disuruh-suruh, namun ketika merenung kemarahannya tiba-tiba teringat kasih sayang dan betapa beruntungnya orang tuanya masih hidup. Pernah merasakannya? Hampir seluruh anak pernah merasakan perasaan ambigu ini. Ingin marah dan benci, namun disaat yang sama sayang pada mereka. Begitu juga sebaliknya, orang tua yang marah pada anaknya yang masih kecil merusak barang berharga sang orang tua, namun setelah beberapa saat sang orang tua merasa bahwa memarahi sang anak terlalu berlebihan dan timbullah perasaan kasih sayang. Hal inilah yang dinamakan ambivalen, atau dimilikinya perasaan yang bertentangan sekaligus pada orang yang sama.

Ambivalensi umumnya tidak berlangsung lama, alias hanya sekilas terjadi. Ketika ambivalensi ini berlangsung lama, dikhawatirkan terjadi sesuatu yang berdampak buruk. Contohnya, ada seorang anak yang awalnya bangga dan suka kepada ayahnya yang pekerja keras, namun keras terhadap perkembangan anaknya. Disinilah ketika sang anak beranjak dewasa, perlakuan atau tuntutan keras sang ayah mulai dibenci sang anak. Anak yang membenci ayahnya, namun tak berani mengatakannya yang secara tidak langsung membuktikan bahwa sang anak masih sayang dan bersyukur terlahir di keluarga yang mapan, membuatnya semakin depresi. Hal ini membuat sang anak membutuhkan “Obat” dari depresinya. Obat ini sangatlah banyak, diantaranya menekuni hobi, bermain bersama teman, dan bahkan bisa melakukan hal-hal buruk seperti merokok dan sebagainya. Ketika anak yang memilih untuk merokok, maka perlahan-lahan temannya dapat menjerumuskannya ke lingkaran setan ganja, narkotika, dan sebagainya. Cukup mengerikan efek ambivalen bukan?

Tidak hanya pada hubungan anak dan orang tua, perasaan ini juga banyak terjadi pada hubungan murid dan guru, suami dan istri, dan lainnya. Bahkan ambivalensi ini tidak selalu terjadi kepada orang yang jelas. Bisa juga ambivalen terjadi pada seseorang yang setengah no-life. Orang tersebut dapat bersosialisasi, namun lebih nyaman sendiri dikarenakan menganggap hubungan manusia itu terlalu rumit dan banyak masalah. Disaat yang sama juga, ia merasa kesepian karena tak memiliki circle. Disini ia merasakan perasaan yang bertolak belakang kepada orang-orang (tanpa rujukan yang jelas kepada siapa perasaan tersebut ditujukan).

Disarankan kepada kalian untuk tidak terlalu memendam perasaan ambigu ini. Ambivalensi yang berlebih dapat segera dikonsultasikan kepada psikolog sebelum terjerumus semakin dalam. Bagaimana? apa kalian pernah merasakan ambivalen ini?

"Aku merasa tak ingin berdiri di sini,
Aku juga tak ingin berdiri di sana,
Aku harus melakukannya agar bisa dicintai,
Tetapi jika berlebihan juga tak dicintai"

Sumber & Referensi:

[1] Simanjuntak, Julianto. 2011. “90 % Anak Bermasalah Mengidap Ambivalensi”. Diakses dari https:,//www,kompasiana,com/juliantosimanjuntak/5500d427813311cb60fa8105/90-anak-bermasalah-mengidap-ambivalensi?page=all diakses pada 9 Juni 2021.

[2] Haris, Abdul. 2019. “Ketahui Apa Itu Hubungan Ambivalen dan Tanda-tandanya”. Diakses dari https:,//akurat,co/ketahui-apa-itu-hubungan-ambivalen-dan-tanda-tandanya diakses pada 9 Juni 2021.

Yuk gabung group kami di aplikasi telegram
https://t.me/joblokernet